Saudara pemirsa pada kali ini kita akan menyingkap misteri raja raja tanjung pura era sukadana pada abad ke 14 masehi. Misteri terbesar yang hingga kini sering menjadi pertanyaan adalah, dimanakah makam raja tanjung pura era sukadana di abad ke 14 ?. pembahasan kali ini berasal dari berbagai literatur serta sumber dan riset di lapangan.
Namun pembahasan ini adalah sebuah wacana sejarah yang bertujuan untuk memperkaya rerfernsi guna membangun hipotesis untuk memperkuat tapak penelitian sejarah kerajaan tanjung pura di masa yang akan datang.
Untuk lebih mudah di pahami, maka pembahasan kali ini akan kami bagi menjadi beberapa episode, Dan kami juga mengajak dan meminta sumbang serta saran dari para pemirsa untuk mendukung upaya penggalian dan pelestarian sejarah, sebelumnya kami ucapkan terima kasih salam budaya dan selamat menyaksikan.
Sebelumnya kita akan melihat silsilah raja raja tanjung pura dari masa Prabujaya yang menikah dengan Dayang potong atau putri junjung buih yakni seorang putri dari siak bahulun yakni raja hulu air di hulu sungai pawan ketapang pada masa lalu.
Berikut raja raja yang pernah memerintah kerajaan Tanjung pura berdasarkan garis keturunaan dari prabu jaya dan juga keterangan dari keberadaan makam atau pusaranya.
Menurut catatan dari gorge muller yang datang pada tahun 1822 di pulau borneo, ia menuliskan tentang sejarah kerajaan tanjung pura, Matan, dan simpang. Pada saat itu setidaknya menurut catatan muller ada beberaapa nama nama raja Kerajaan Tanjung Pura yang di makamkan di bukit laut dan sekitarnya, di antaranya adalah, Prabu Jaya, Karang tunjung, panembahan bandala, panembahan baroh, dan giri mustika, serta Panembahan sorgi secara tersendiri di sebut di makamkan di giri, yang di maksud giri di sini adalah tempat yang tinggi atau yang di sebut sebagai bukit atau gunung. Artinya dari catatan tersebut ada 6 raja kerajaan tanjung pura era sukadana yang di makamkaan di tempat yang spesial yakni tempat tinggi yaitu di atas bukit.
Namun jika kita lihat pada saat ini dari ke enam raja tanjung pura era sukadana di abad ke 14 hingga ke 17 masehi yang d sebut muller tersebut hanya ada satu raja yang makamnya teridentifikasi dengan jelas, yakni makam Panembahan ayer mala yang bergelar sultan Umar akamuddin.
Makam panembahan ayer mala ini berada di desa gunung sembilan kecamatan Sukadana kabuapten kayong utara kalimantan barat. Makam ini tepat berada di atas bukit yang pada masa lalu di sebut muller sebagai bagian dari gugusan bukit laut, dan pada tahun 1890 juga di sebut sebagai bukit keramat.
Pada pembahasan sebelumnya sudah di kupas dengan jelas tentang misteri atau keberadaan bukit laut, maka pada kali ini akan fokus pada misteri makam raja raja tanjung pura era sukadana yang masih banyak belum di temukan.
Kembali pada soal makam panembahan ayer mala yang ada di gunung sembilan sukadana saat ini. Kami sempat meminta izin kepada penjaga makam dan melihat secara langsung nisan dari panembahan ayer mala tersebut.
Berdasarkan dari diskusi serta berbagai refernsi ternyata Nisan dari panembahan ayer mala memang unik, sebab nisan ini berjenis demak troloyo identik dengan nisan Raden fatah raja Kesultanan demak.
Jika kita coba menghubungkan antara masa Panembahan ayer mala dengan raden fatah, eranya hampir bersamaan yakni sama sama di abad ke 16, maka wajar jika trend dari nisan yang ada di makam panembahan ayer mala identik dengan nisan type kerajaan demak.
Yang menarik lagi dari nisan panembahan ayer mala ini adalah, bahwa nisan yang ada pada saat ini di duga sudah patah dan dalam kondisi terbalik, kemungkinan saat di temukan batu nisan tersebut sudah patah sehingga menyulitkan bagi orang yang memasangnya kembali.
Hal ini dapat kita lihat dari corak ukiran dalam batu nisan, posisi yang berukir justru terbenam di tanah sedangkan yang kasar ada di sebelah atas, mungkin saat orang pertama kali menemukannya patahan yang atas terlihat tidak simestris sehingga untuk terlihat elegan di balikkan ke bawah, begitu juga dengan nisan yang di sebelahnya.
Jika kita lihat foto yang di ambil pada tahun 1973 yang terdapat dalam buku adat istiadat kalimantan barat yang di tulis oleh Ju Lontaan ia melampirkan foto makam panembahan ayer mala. Dalam foto tersebut memang tidak ada bangunan seperti saat ini, namun dapat kita lihat dengan seksama bahwa kondisi nisan saat itu sudah sama dengan saat ini.
Kembali jika kita lihat dan bandingkan dengan nisan di makam raden fatah, maka nisan di makam panembahan ayer mala ini aslinya adalah panjang dari kondisi saat ini.
Di sekitar makam panembahan ayer mala ini juga di temukan pecahan bata bata merah, serta yang tidak kalah menarik adalah terdapat batu alam yang di susun mengitari makam. Sekitar 10 kali 25 meter batu alam mengelilingi makam ini, di mungkinkan batu alam ini di susun agar menahan makam tidak longsor.
Namun hingga saat ini penelitian lebih mendalam mengnenai makam panembahan ayer mala belum di lakukan oleh pihak yang terkait, banyak hal yang bisa di gali dari mulai unsur batu bata merah serta type nisan yang ada akan dapat memberikan petunjuk dan sangat membantu bagi perkmbangan sejarah di masa yang akan datang.
Demikinalah pembahasan kami pada episode pertama misteri Makam Raja Tanjung Pura era sukadana, untuk mengetahui lebih lanjut mari kita saksikan pada episode selanjutnya sampai jumpa dan salam budaya.
Episode 2
Saudara pemirsa pada episode 1 misteri makam raja tanjung pura era sukadana telah di bahasa tentang keberadaan makam Panembahan ayer mala yang telah di temukan sejak lama dan masyhur di kalangan masyarakat kalimantan barat.
Misteri selanjutnya adalah mencari jejak makam raja raja tanjung pura yang telah di sebutkan sebelumnya yaitu dari mulai Raja prabu jaya, baparung, Panembahan karang tunjung, panembahan pudong berasap, panembahan Bandala, Panembahan Di barokh, panembahan sorgi dan Panembahan giri mustika.
Dari raja raja tanjung pura tersebut kebanyakan mereka di catatkan muller makamnya ada di skeitar bukit laut serta gunung yang ada di sukadana, hanya Baparung yang di tulis muller di makamkan di sungai kayong, dimanakh sungkai kayong yang di maksud muller, nanti kita akan coba bahas pada episode yang lain.
Pertanyaan besar saat ini dimanakah sesungguhnya makam dari raja raja tanjung pura yang di sebutkan muller ada di sekitar bukit laut dan gunung yang ada di sukadana. ?. dari informasi lisan yang didapatkan bahwa tak satupun yang dapat memastikan mengenai keberadaan makam yang ada di bukit laut, sebab selain petunjuk yang minim usia yang lama serta kronik sejarah yang panjang pada masa lalu sehingga membuat keberadaan makam raja raja tanjung pura era sukadana tersebut saat ini hampir tidak di ketahui .
Namun beberapa petunjuk bisa menjadi salah satu kajian walaupun hal ini perlu di teliti lebih lanjut. Kajian yang menarik adalah kompleks makam Tok mangku yang ada di Dusun tanah merah Desa pangkalan buton kecamatan sukadana.
Kompleks makam ini tepat di atas bukit yang saat ini dinamakan sebagai bukit peramas, terdapat 7 makam di dalam kompleks ini, namun yang mengherankan makam ini hanya di sebut sebagai makam Tok mangku. Siapakah tok mangku yang di maksud ?.
Dari berbagai penulusuran dari sumber literatur bahwa nama Tok mangku tidak pernah ada dalam catatan resmi sejarah, sedangkan sebuah fakta yang mencengangkan apabila melihat dari temuan yang ada di kompleks makam yang di sebut tok mangku, seperti bata merah sangat identik dengan corak yang ada di makam panembahan ayer mala dan makam di atas gunung lalang yang di sebut sebagai areal bukit laut.
Bata yang ada di kompleks tok mangku memiliki corak khusus dan berukuran besar, jika di bandingkan dengan struktur candi yang ada di negeri baru ketapang hal ini sangatlah mirip. Jika menurut Imam hindarto yakni arkheolog dari badan pelestarian cagar bubdaya menyatakan bahwa batu bata yang ada di kompleks tok mangku memiliki kaitan erat dengan makam serupa dan berkaitan dengan bata yangberasal dari majapahit.
Ada sebuah hipetsis atau dugaan bahwa kompleks makam tok mangku yang terdiri dari beberapa makam adalah tempat berbaringya beberapa raja raja Tanjung pura era Sukadana.
Hal ini di perkuat oleh salah stau sejarawan sekaligus tokoh masyarakat dari sukadana yakni H Udin yang menyatakan jika kompleks makam tok mangku merupakan pusara dari beberapa raja tanjung pura era sukadana yang keberadaanya saat ini sedang di cari.
Jika di lihat dari hasil pencarian nama tok mangku dalam literasi sejarah yang tidak di temukan, maka nama tok mangku sendiri berdasarkan dari hasil diskusi dan kajian, bahwa nama tersebut bisa di peruntukkan bagi para petinggi atau pemangku kepentingan pada masa itu. Tok Mangku terdiri dari dua kata, tok berarti datok kemduian mangku bisa di artikan yakni Pemangku, maka sementara bisa di asumsikan bahwa Tok mangku bukanlah nama seseorang.
Jika benar kesimpulan tersebut, maka tidak salah apabila Abah H . Udin suatu saat dalam sebuah diskusi pernah meberikan masukan apabila plang nama tok mangku yang ada di tepi jalan masuk tersebut di ganti nama menjadi “Kompleks makam raja raja Tanjung Pura Era Sukadana “.
Jika dugaan bahwa kompleks makam Tok mangku merupakan pusara atau makam para raja raja tanjung pura ?. yang menjadi pertanyaan siapakah yang di makamkan di makam tersebut ?.
Jawabannya mari bersama sama kita mencermati beberapa dari catatan sejarah masa lampau, salah satunya yang menarik adalah dari catatan muller , yang juga di salin oleh pj vert serta cl blume.
Yang perli di cermati adalah keberadaan dari panembahan sorgie atau giri kesuma yang bergelar sultan muhammad tajudin, ia memerintah kerajaan tanjung pura era sukadana sejak tahun 1590 hingga 1609 masehi.
Di sebut oleh muller bahwa panembahan sorgie sebagai “VORST VAN SONGIE, GIERIE EN SUCCADANA, jika di terjemahkan secra bebas berarti ia adalah penguasa atas wilayah yang di aliri banyak sungai yang ada di wilayah sukadana dan matan pada masa itu.
Panembahan sorgi menikah dengan putri bunku yakni seorang anak raja dari kerajaan landak, dan ia meninggal pada tahun 1609 yang dimakamkan di giri, yang berarti adalah sebuah bukit atau gunung yang ada di sukadana. Demikianlah keterangan dari catatan muller pada tahun 1822 masehi.
Maka apabila di kaitkan dengan kondisi yang ada di area makam yakni berupa batu bata merah dan tahun mangkatnya raja giri kesuma atau panembahan sorgi, maka di era itu masih di mungkinkan bahwa tradisi makam raja, cenderung berada di tempat yang lebih tinggi dengan segala kemuliannya.
Kemudian di kompleks makam tok mangku juga terdapat beberapa makam, jika menurut hasil diskusi dengan beberapa nara sumber bahwa kompleks makam tersebut adalah pusara dari beberapa raja yang dekat dengan era tahun di mana giri kesuma atau sebelum dan sesudhanya yakni dari mulai raja Karang tunjung, sang ratu agung, panembahan bandala, dan panemabahan giri mustika.
Namun yang pasti penelitian dari balai arkehologi atau uji karbon untuk batu bata merah serta benda benda lain di makma tersebut harus di lakukan guna untuk menguak misteri siapakah makam makam yang ada di komplkes Tok Mangku tersebut.
Sebagai tambahan Jika kita melihat dari buku klasik yang di cetak pada tahun 1973 berjudul Sejarah dan adat istiadat kalimantan barat, yang di tulis oleh JU luntaan di jaman gubernur kalimantan barat yakni kadarusno, ia menyatakan bahwa ada seoarng tokoh agama di zaman giri kesuma yang bernama sye husein, maka tokoh tersebut di kaitkan dengan nama tok mangku, akan tetapi fakta sejarah dalam catatan Pj Vert dan Cl Blume menyatakan hal yang berbeda bahhw anama Husein di tulis secara jelas berada di pulau datok bersama beberapa pemuka agama yang lainnya.
Maka Rekomendasi akhir dalam kajian ini adalah bagaimana pihak yang terkait dapat melakukan penelitian secara mendalam agar simpang siur dalam kesejarahan tanjung pura era sukadana dapat tersingkap.
Demikinalah pembahasan kami pada episode ke dua misteri Makam Raja Tanjung Pura era sukadana yang ada di kompleks tok mangku, untuk mengetahui lebih lanjut mari kita saksikan pada episode selanjutnya sampai jumpa dan salam budaya.
Episode ke 3
Saudara pemirsa pada episode ke 2 misteri makam raja tanjung pura era sukadana telah di bahasa tentang misteri di komoleks makam tok mangku yang ada di sukadana .
Pada episode kali ini, akan membahas dan menelusiri tentang jejak makam panembahan giri Mustika yang bergelar sultan muhammad syaifiuddin yang mana dalam catatan muller bahwa giri mustika di sebut sebagai panmebahan van meliau atau panembahan yang berasal dari mulia .
Giri mustika atau sultan muhammad syafiuddin adalah raja tanjung pura era sukadana periode terakhir, sebab setelah putranya memerintah menjadikan Matan sebagai kota raja berikutnya. Namun di masa giri mustika banyak peristiwa penting terjadi di antaranya adalah pernikahan adiknya yakni putri surya kesuma dengan sultan tengah yang melahirkan raja raja sambas.
Kemudian gusti lekar yakni adiknya yg diutus menumpas parampok bajak laut di kapuas yang akhirnya mendirikan kerajaan meliau dan tayan, lalu kemdian menyebar di beberapa kerajaan pada sebelah sungai kapuas.
Kembali pada soal Mulia, dalam deskripsi muller pada tahun 1822, mulia bukanlah seperti desa harapan mulia saat ini, namun muller pada tahun 1822, menyebut mulia berdasarkan pada muara yang masuk ke sebelah kanan dari sungai simpang ia menyebutnya sebagai sungai mulia. di tambah lagi peta pada tahun 1922 yang memuat penanda di sepanjang sungai yang saat ini di sebut sungai rantau panjang di masa itu banyak di huni oleh masyarakat.
Pada saat itu sungai mulia memliki juga memiliki anak cabang yang di sebut muller salah satunya adalah sungai batu yakni saat ini di sebut sungai mulia karena menuju pada desa harapan mulia, kemudian di atasnya lagi sungai Itam dan seterusnya.
Kesimpulan sementara bahwa daerah mulia yang di maksud muller di masa itu berpusat di tepian sungai, hal ini juga merujuk pada peradaban masyarakat dimasa itu yang selalau mengandalkan sungai sebagai urat nadi utama.
Muller juga menyebutkan jika Giri mustika dimakamkan di belakang mulia di bukit laut pada tahun 1677 .
Yang menjadi masalah saat ini adalah ketika melacak dimanakah makam giri mustika atau sultan muhammad syafiuddin ini ?. masalah yang pertama adalah, sangat sedikit sekali temuan di lapangan baik berupa nisan berangka tahun ataupun bangunan yang ada di sekitar lokasi yang di duga sebagai tempat panembahan giri mustika berdiam.
Jika lokasi panembahan giri mustika di sebutkan muller adalah mulia, maka cakupan daerah mulia saat ini dan masa lalu sangat berbeda. Namun berdasarkan dari hasil analisa serta petunjuk yang ada kami mencoba untuk mencari petunjuk di lapangan berdasarkan dari informasi yang kami dapat.
Lokasi pertama yang di duga kuat adalah sepanjang sungai rantau panjang saat ini yang pada masa lampau di sebut sebagai sungai mulia. Memang kami hanya baru beberapa titik melakukan penelusuran di sepanjang sungai ini, terutama di beberapa titik yang pernah di temukan keramik yang masih utuh, bahkan kami juga sempat menemukan banyak pecahan keramik di tepi sungai rantau panjang ini yakni tepatnya di terusan jawa.
Namun yang kami cari bukan hanya keramik tersebut, sebab butuh petunjuk lain seperti kayu bekas bangunan atau struktur bangunan lain atau syukur syukur kami mendapatkan batu nissan.
Jika di lihat dari penemuan keramik sebelumnya yang di temukan oleh usu lehan, ia menemukan 28 jenis barang keramik kuno di sini, menurutnya sedalam setengah hingga satu meter ia menemukan barang tersebut saat berladang. Dari fakta tersebut kemungkinan banyak barang barang yang terkubur di dalam tanah. Namun butuh waktu dan proses panjang jika akan melakukan penggalian yang arealnya tidak sedikit, maka kami memutuskan untuk melakukan penggalian per spot, namun hasilnya masih belum maksimal.
Dari penuturan seorang warga Transmigrasi rantau panjang bahwa pada tahun 2014 ia pernah menemukan batu satu pasang di ladang berbentuk seperti lesung dan penumbuk. Ia menemukan batu tersebut saat membuat parit pembatas antar TR. Namun karena di hantui mimpi buruk akhirnya ia mengembalikan batu itu ke tempat asalnya. Selain menemukan batu ia juga sering mendapat pecahan keramik pada saat itu .
Kami mencoba untuk datang kembali dan mencari di sekitar lokasi yang di maksud, namun karena sudah terlalu banyak semak kami sangat kesulitan untuk menemukan benda tersebut.
Untuk sementara penelusuran di sungai rantau panjang terhenti di areal terusan jawa. Kami kemudian mencoba melihat beberapa informasi makam tua yang ada di dekat bukit lalang, yang pada masa itu muller mendeskripsikan bukit lalang sebagai bagian dari bukit laut.
Di atas gunung lalang terdapat dua makam, yang mana makam ini pada pembahasan sebelumnya pada episode “membedah misteri bukit laut sudah kami ulas”.
Ke dua makam ini tiang nissannya sudah tidak asli bahkan kayu yang menurut masyarakat adalah taing nisan aslinya juga ternyata bukan, sebab jika di lihat dari struktur batu bata mereh yang ada di kedua makam tersebut rasanya mustahil makam dengan tambak bata, berpasnagan dengan nissan kayu, tentu yang lebih masuk akal adalah nissan batu berpasangangan dengan tambak bata.
Akan tetapi yang sangat menarik di sini adalah tidak jauh dari bukit lalang di temukan beberapa makam dengan nissan batu alam. Makam ini berada di atas gundukan yang di sebut sebagai mungguk.
Jika di lihat dengan seksama makam bernisan batu alam usianya cukup tua, di beberapa tempat di nusantara, nissan dengan batu alam dapat menandakan beberapa hal di antaranya yakni pada masa transisi peralihan peradaban dengan peradaban lainnya, misalkan dari masa peradaban jawa yang belum di serap masyarakat lokal dari sisi tekhnologi semisal yang lebih spesifik saat kerajaan di jawa memakai Batu bata sebagai bangunan, sedang saat itu di kalimantaan masih memakai tekhnologi kayu.
Begitu juga budaya ukir mengukir, mungkin saat itu karena belum ada seorang yang ahli memahat atau membuat ukiran sehingga nisan dengan batu alam ini di buat apa adanya. Dan masih banyak lagi kemungkinan yang lain. Namun yang pasti adalah penelitian secara ilmiah dengan cara melakukan uji karbon atau menguji benda benda arkhologis yang dekat dengan makam tersebut.
Jika memang kompleks makam batu alam yang ada di desa harapan mulia tersebut adalah makam raja, kemungkinan juga bukan makam dari giri mustika sebab alasan yang paling fundamental adalah ketika kita melihat raja pendahulunya seperti yang ada di makam panembahan ayer mala yang merupakan nenek moyang dari giri mustika terlihat nissannya lebih baik dengan ukiran yang halus. Lalu pertanyaanya siapakah yang di kuburkan di pusara bernisan batu alam tersebut ?.
Hal ini menjadi teka teki yang sangat sulit untuk di ungkap, sebab belum adanya penelitian khusus mengenai keberadaan makam tersebut. Sampai di sini kita kembali pada sebagain nama nama raja tanjung pura era sukadana baru beberapa yang sudah final di ketahui pusaranya, sedangkan sebagian besar masih misterius, baru Panembahan Ayer mala yang betul betul bisa di katakan final, namun seperti makam Prabu jaya, Baparung, karang tunjung, sang ratu agung, Bandala, Baroh, Giri kesuma, dan giri Mustika masih misterius.
Namun petunjuk kuat seperti dalam catatan muller kebanyakan mereka rata rata di makamkaan di area bukit laut dan sekitarnya. Harapan kita smeoga saja ada penelitian lebih lanjut untuk menguak misteri makam makam raja tanjung pura era sukadana yang hingga kini masih menjadi tanda tanya yang besar.
Demikian ulasan kami kali ini smeoga bermanfaat bagi kita semua, jangan lupa like subsribe dan bgikan tayangan ini. Mohon maaf atas segala kekurangan sampai jumpa dan salam budaya.