Masih ada desa yang mengeluhkan hasil Musrenbangdes yang mereka gelar saban tahun. Ini masih ditemui Zanudin Vandio ketika ia reses. Yaitu, tidak terakomodirnya kebutuhan prioritas pembangunan masyarakat desa melalui APBD.
Misalnya pembangunan jalan yang menjadi tanggung jawab kabupaten, dan infrastruktur lainnya. Kesan di masyarakat, pemerataan pembangunan belum komprehensif.
Pemerintah daerah tidak mungkin mengakomodir seluruh usulan pembangunan desa, karena APBD kita terbatas. Setidaknya, 2 – 3 skala prioritas yang diusulkan desa masuk dalam prioritas kabupaten.
Karena APBD KKU terbatas, desa harus bijak dalam menepatan usulan prioritas/utama tersebut. Prinsipnya, yang kita usulkan benar-benar memiliki manfaat yang besar bagi kepentingan masyarakat.
Kadang, banyak juga pelaksanaan pembangunan tidak berdasarkan kebutuhan masyarakat. Misalnya yang bersumber dari DAK berbentuk swakelola. Ketika desa A mendapatkan program pengairan untuk sawah, desa B, C dan seterusnya dapat juga. Padahal, manfaatnya di lapangan belum/tidak jelas. Yang diusulkan lain, yang datang lain.
Tambah lagi, yang di bangun hanya pengariran semata, tanpa membangun pintu klipnya. Jika tidak ada pintu airnya (klip), sama juga ninil. Malah menyebabkan lahan pertanian menjadi kering.
Seperti program pengairan tersebut, tidak sepenuhnya salah desa. Yang tidak masuk dalam usulan Musrenbangdes saja, bisa muncul pembangunannya. Biasanya, ini program pemerintah pusat berbentuk bansos.
Artinya, dalam merencanakan pembangunan, pemerintah pusat tidak mengacu pada kebutuhan daerah/desa. Yaitu, masih top down (dari atas ke bawah) dalam merencanakan pembangunan, bukan dari bawah ke atas (bottom up).
Masalah-masalah seperti di atas, membuat pemerintah desa pesimis. Seolah musrenbangdes yang mereka laksanakan, tidak ada artinya. Ude Endot, sapaan Zainudin Vandio, paham dan merasakan betul keluhan ini. Karena dia mantan kepala desa.
Menyikapi hal tersebut, Ude Endot berupaya mensinergikan anatara hasil musrenbangdes dan hasil resesnya. Dia berharap, usulan masyarakat desa ketika dia reses, merupakan hasil dari musrenbangdes itu sendiri.
Dia tidak ingin, hasil resesnya di luar hasil musrenbangdes. Sedapat mungkin, desa menyampaikan dokumen musrenbangdesnya ke perwakilannya. Sehingga, ketika dia mengusulkan dalam pembahasan anggaran daerah dengan ekskutif, tidak lari dari hasil musrenbangdes tersebut. (Ham)