Sering terjadinya banjir saat musim penghujan di pusat kota Kabupaten kayong Utara (Sukadana), membuat Haji Rawi Naim angkat bicara. Terutama yang menjadi sorotannya, yaitu wilayah perkantoran di Gang (jembatan) Serong dan sekitar Tugu Turian.
Saat musim penghujan, 2 jam saja hujan menguyur Sukadana, maka wilayah tersebut akan terendam banjir. Terutama wilayah perkantoran di gang serong. Hal ini disebabkan saluran pembuang yang ada tidak mampu menyalurkan debit air yang besar dari pegunungan dan lahan.
Di samping itu, saluran yang ada, terutama di Batu Daya I, kondisinya menurut Rawi tidak lebar/sempit. Tambah lagi dengan pelebaran jalan Batu Daya I tersebut, posisi silang antara parit dan jalan di pasang gorong-gorong, tentu semakin memperlambat jalannya air.
Menurut Rawi, seharusnya saluran penghubung di gang serong tersebut tidak boleh sempit. Kalau pun harus di pasang gorong-gorong, paling tidak ada 3 saluran gorong-gorong. Sehingga air leluasan mengalir ketika banjir.
Melihat kondisi yang ada, menurut Rawi, dinas terkait sudah memikirkan dan membangun saluran alternatif antara kantor Dinas Kesehatan hingga ke pasar daerah. Yaitu, membuat saluran penghubung di belakang komplek perkantoran tersebut, serta menormalkan fungsi sungai yang ada.
Di Kayong Utara khususnya, kita berpikir bukan bagaimana menjaga saluran (parit), malah kita perkecil lebarnya, bahkan kita tutup. Sementara kita tidak punya saluran alternatif. Sehingga pada saat musim penghujan, airnya melimpah dan menyebabkan banjir. Sebab, fungsi saluran telah kita alihfungsikan.
“Seharusnya kita menjaga dan melebarkan saluran yang ada, malah mempersempit dan menutupnya,” sesal Rawi Naim.
Di kota-kota besar, sebut saja Jakararta, mereka malah melebarkan parit/sungai. Pada hal berpenduduk padat dan tanahnya mahal. Namun pemerintah setempat mampu melakukannya.
Di tempat kita, penduduknya masih jarang dan tanahnya tidak semahal Jakarata dan kota besar lainnya, kita seperti tidak mampu berbuat. Malah parit yang lebarnya 4 meter, kita perkecil menjadi 2 meter, atau di tutup karena alasan pembangunan. Baik untuk kepentingan pembangunan pemerintah, maupun bangunan masyarakat.
Kalaupun kita harus membebaskan tanah masyarakat untuk membangun/melebarkan saluran, harganya tidak semahal di kota-kota besar. Seperti di gang gemuruh dan gang macan, seharusnya saluran tersebut kondisinya lebar. Sehingga air leluasa mengalir.
Kemudian saluran di sekitar tugu durian sama halnya. Semakin hari saluran tersebut semakin kecil dan tertutup bangunan. Andai saluran ini tidak mungkin lagi dilebarkan, buatlah saluran alternatif menuju ke saluran primernya. Yaitu, dengan membebaskan tanah warga yang masih kosong, membuat saluran baru untuk membantu saluran pembuangan yang ada.
“Jangan menganggap remeh fungsi saluran, karena ini bisa menjadi sumber bencana bagi kita, apa lagi Sukadana di kelilingi pengunungan, sebab sudah banyak contohnya” ulas legislator asal PBB ini.
Banjir di sekitar komplek perkantoran gang serong saja, sudah menganggu aktivitas perkantoran dan masyarakat setempat. Syukur-syukur tidak menyebabkan korban. Namun kita tetap wajib mewaspadainya.
Rawi menilai, daerah ini masih lemah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Sehingga berdampak serius dalam pembangunan lainnya.
Sebagai wakil masyarakat, Rawi sudah sering kali menyampaikan hal tersebut ketika rapat dengan dinas terkait. Namun hingga hari ini, belum mendapat tanggapan serius dari instansi yang dimaksud.
Kedepan Rawi berharap, pembangunan atau normalisasi saluran utama di ibukota kabupaten harus menjadi prioritas dinas terkait. Selambat-lambatnya, tahun anggaran 2018 rencana tersebut bisa terealisasi, pinta Rawi Naim. (Ham)