Lagi, Rawi Naim menekankan pentingnya saluran. Kerapnya pusat pemerintahan Kabupaten Kayong Utara dilanda banjir saat hujan, harus ada solusi mengatasinya.
Jangan sampai pelayanan publik, penyelenggaraan pemerintahan terganggu akibat banjir. Belum lagi kerusakan arsip-arsip penting. Banjir datang bisa tak terduga, saat tidak ada aktivitas kerja, malam hari atau pada hari libur.
Wilayah ibukota yang rentan banjir ialah pusat perkantoran (gang serong) hingga Batu Daya I. Di jalan Bhayangkara, mulai dari Selimau hingga Tugu Durian. Serta, beberapa titik di desa Pangkalan Buton, jalan Tanjungpura.
Menurut Rawi, untuk mengatasi banjir tersebut, perlu di bangun kanal, serta saluran-saluran penghubung (tersier/skunder). Atau menormalkan fungsi salur yang ada, terutama yang di belakang komplek perkantoran (gang serong).
Saluran yang ada di belakang komplek perkantoran tersebut harus dinormalisasi. Harus dilebarkan dan didalamkan hingga ke muara sungai Sukadana. Karena, saluran ini merupakan hulu dari Sungai Sukadana. Karena dangkal dan sempit, membuat sungai ini tidak mampu menampung volume air yang besar ketika hujan.
Tambah lagi saluran di sepanjang jalan Bhayangkara – Gang Serong – Batu Daya I kondisinya semakin sempit, menghambat pergerakan air. Posisi silang gorong-gorong di gang serong. Serta bangunan yang menjorok dan menutupi saluran, menjadi faktor penghambat pergerakan air.
Sebaiknya di buat saluran baru, di beberapa titik sepanjang lintasan/kawasan tersebut,. Saluran yang terhubung ke saluran di belakang komplek perkantoran Bhayangkara (gang serong). Jika saluran di belangkan perkantoran sudah normal berbentuk kanal, maka air-air yang ada akan terurai.
Sama halnya dengan saluran dari lapangan bola Bhayangkara hingga ke Tugu Durian. Kondisi saluran ini semakin sempit. Ada sebagian yang tertutup bangunan. Jika tidak dicarikan solusinya, daerah ini tetap akan menjadi langanan banjir.
Harus ada saluran-saluran alternatif, yang langsung terhubung ke laut. Setidaknya ada 2 titik saluran yang perlu di bangun disini. Dengan terbangunnya saluran baru, dapat mengurai air yang velumenya besar ketika hujan.
Jika terkendala lokasi untuk rencana saluran baru, pemda harus membebaskan lokasi yang ada. Dibeberapa titik yang disebutkan Rawi, masih banyak tanah kosong. Tinggal pemda menyiapkan dana, membebaskan tanah warga untuk saluran.
Rawi mencontohkan. Jakarta saja, dengan pemukiman yang padat. Dengan harga tanah yang tinggi, pemdanya mampu membebaskan lokasi dan membangun/menormalkan saluran besar.
“KKU, dengan pemukiman yang belum padat dan harga tanah yang relatif murah, masa kita tidak bisa membebaskan lokasi untuk membangun saluran?” ungkap Rawi Naim.
Pemda (dinas terkait), harus membuat perencanaan dan desain untuk pembangunan saluran tersebut. Jika ini tidak segera dilakukan, ibukota Kayong Utara akan tetap menjadi langanan banjir.
Rawi sudah mengkomunikasikan ini dengan Bappeda. Termasuk pernah memberikan masukan dengan Wakil Bupati. Harapan Rawi, ini segera ditindaklanjuti.
Pemukiman dan perkantoran di Sukadana, seperti berada dalam sebuah kawah besar. Kanan kiri dikelilingi gunung. Ketika hujan turun, satu jam saja, maka pemukiman akan terendam. Air-air dari gunung yang ada akan turun. Sementara, saluran yang ada tidak mampu menampun volume air yang besar, karena kondisinya sudah berubah.
Jelas dampaknya. Banjir akan melumpuhkan aktivitas pemerintahan. Pengawai tidak bisa melakukan aktivitas selama berhari-hari, karena mengurusi barang-barang dan kondisi kantor saat dan pasca banjir.
Aktivitas dan perekonomian masyarakat pun lumpuh. Belum lagi kerugian material dan dampak kesehatan masyarakat akibat banjir. (Ham/Has)