Idealnya, pembangunan yang baik itu harus dimulai dari bawah (desa). Desa merupakan struktur pemerintahan yang rendah, yang meiliki peran penting dalam mensejahterakan masyarakat. Apabila pembangunan menyerap kebutuhan masyarakat desa, pembangunan akan tepat sasaran.
Sebagai penyelenggara pemerintahan tertinggi di kabupaten, pemda harus melihat, menyerap, merencanakan dan melaksanakan apa yang menjadi hajat hidup orang banyak. Bukan menrencanakan dan melaksanakan apa yang menjadi keinginan pemerintah.
Demikian ulas Ngadikun, Wakil Ketua Komisi I DPRD KKU. Selengkapnya, penyataan politisi Golkar Kayong Utara di atas, akan diulas lebih dalam berikut ini.
Infstruktur Dasar Masyarakat yang Belum Terpenuhi
Untuk mendongkrat pertumbuhan ekonomi masyarakat pedesaan, jalan merupakan prasarana utamannya. Tanpa prasarana yang baik, kendati produksi pertanian masyarakat desa melimpah, bisa menghambat pemasaran. Bahkan dapat menurunkan kualitas hasil pertanian, karena lama terjual, akibat transportasi yang sulit.
Sudah dua priode KKU menyelenggarakan otonominya, bagi Ngadikun, soal infrastruktur (jalan) tak banyak yang berubah. Hingga hari ini, akses dari Teluk Batang hingga ke Durian Sebatang masih sulit. Itu baru akses jalan utama, penghubung antar kecamatan. Belum lagi jalan penghubun antar dusun, penghubung antar desa, banyak yang rusak.
Jalan lingkar atau penghubung antar desa di Pulau Maya ke Teluk Batang, pun tak tuntas-tuntas. Bagaimana ekonomi masyarakat mau membaik, jika jalan sebagai rodanya hancur?
Demikian juga jalan-jalan penghubung di kecamatan lain. Jalan penghubung antar desa/dusun di kecamatan Sukadana, Simpang Hilir, Teluk Batang dan kecamatan Kepulauan Karimata. Kondisinya tak banyak yang berubah. Bahkan ada diantaranya tidak tersentuh pembangunan.
Untuk ibukota kabupaten, diakui Ngadikun sudah baik. Dan wajar, wajah ibukota harus baik, karena ini barometer, wajah kabupaten. Kalau ibukota kabupaten saja hancur misalnya, orang luar akan bilang, “Sukadana saja infrastrukturnya hancur, apa lagi di pelosoknya.”
Lalu, apa fokus pembangunan di kabupaten ini selama 2 priode, selain mengadang pendidikan dan kesehatan gratis? Jalan, jalan yang mana? Masyarakat banyak yang mengeluhkan jalan kecamatan dan desa.
Fokus pada air bersih, air bersih dimana? Di ibukota kabupaten saja air bersihnya kadang mengalir, kadang tidak. Apa lagi di kecamatan dan desa lain. Yang di bangun di desa/kecamatan di luar ibukota, sarana prasarana air bersihnya tidak bermanfaat. Seperti IPA (Instalasi Pengolahan Air Bersih) di kecamatan Seponti, Pulau Maya, Teluk Batang dan Simpang Hilir.
Menurut Ngadikun, kebutuhan dasar masyarakat, seperti jalan, air bersih dan listrik belum semua terpenuhi. Tiga kebutuhan dasar tersebut belum terjawab, mestipun KKU sudah berusia lebih 10 tahun.
Bicara listrik, masih banyak desa-desa di KKU yang belum meresakan listri Negara (PLN). Sejak lama masyarakat menyuarakan ini, tapi suara mereka seperti dibungkam. Apakah PLTD yang di bangun di Rantau Panjang – Simpang Hilir saat ini mampu menjawabnya? Mampu menjangkau hingga ke pelosok desa yang belum tersentuh? Ngadikun belum yakin.
Yang terpenting saat ini menurut Ngadikun, fokus pemda harus ke jalan. Baik jalan penghubung antar kecamatan. Maupun jalan penghubung antar dusun/desa, jika pemerintah desa tidak mampu melaksanakannya dari APBDesa.
Memaksimalkan Dana Desa untuk Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat
Tujuan pemerintah memberikan otonomi desa, agar desa mandiri dalam mengurus rumah tangganya. Ini sesuai dengan amanah UU Nomor 6/2014 tentang Desa.
Pemerintah desa telah disediakan anggaran yang bersumber dari APBN, APBD I dan II, untuk menyelenggarakan pembangunan di desa. Jumlah dananya miliyaran rupiah. Desa harus mampu memaksimalkan dana ini untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan desa. Kemudian pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Yang disesalkan Ngadikun, indikasi penyelewangan dana dan penyalahgunaan wewenang, justru sekarang banyak terjadi di desa. Banyak kepala desa yang masuk penjara, akibat penyelewangan anggaran dan penyalahgunaan wewenang.
Dulu desa sering menyalahkan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dalam penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan. Giliran desa diberi dana dan kewenangan besar, justru kebanyakan mereka lebih brobrok lagi dari penyelenggara pemerintah di atasnya.
Seharusnya, dengan diberikan anggaran dan kewenangan lebih oleh pereintah, desa harus bisa memaksimalkannya untuk membangun kesejahteraan masyarakat. Membangun sarana prasarana yang dibutuhkan masyarakat. Melakukan pembedayaan, agar tercipta masyarakat atau lembaga masyarakat yang mandiri menuju kesejahteraan.
Amanah Presiden RI – Joko Widodo, bahwa dana desa harus dimaksimalkan untuk pembangunan infrastruktur dan pembedayaan masyarakat desa. Tujuannya, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat desa.
Untuk mendongkrat pertumbuhan ekonomi masyarakat desa, yang bisa dilakukan pemerintah desa, seperti membangun jalan usaha tani, baik menuju ke lokasi sawah maupun perkebunan rakyat. Membangun irigasi desa dan jalan penghubung antar dusun/RT. Memabangun fasilitas untuk nelayan dan hal-hal lain sesuai kewenangan desa.
Orientasi pembangunan desa, memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Mendukung usaha dan komoditas yang diusahakan oleh masyarakat setempat. Jika mayoritas pencarian masyarakat setempat pertanian/perkebunan, bangun fasilitasnya, dukung usahanya.
Jika mayoritas mata pencari masyarakat desa adalah nelayan, bangun fasilitasnya dan dukung ushanya. Dan seterusnya. Dengan demikian, desa memiliki arah, tujuan dan target poembangunan yang jelas. Selain untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, desa memiliki komoditi yang diunggulkan. Sehingga memiliki nilai tawar yang bisa dibanggakan di luar.
Seperti kasus di kecamatan Seponti. Hasil panen petani (beras) tidak lakuk di jual ke luar. Berasnya hitam karena terendam banjir. Sehingga hasil panen tersebut dibleklis oleh masyarakat luar. Yang rugi ialah petani. Dan nama baik Seponti, nama baik KKU sebagai penghasil pangan tercoreng.
Andai kebijakan pembangunan desa mengarah pada perbaikan saluran/irigasi petani, kasus seperti di Seponti tidak akan terjadi. Yang terjadi sebaliknya. Kebijakan pembangunan desa, mengarah pada pembangunan yang tidak/belum dibutuhkan masyarakat.
Yang terjadi, praktik kerja pembangunan fisik di desa, realisasinya seperti pekerjaan kontraktual, bukan swakelola. Kepala Desa seperti direktur perusahaan, TPK (Tim Pengelola Kegiatan) seperti kontraktornya.
Mengapa pemereintah memberikan dana besar dan kewenangan mengatur rumah tangganya sendiri? Selain agar desa mandiri, juga untuk merubah paradigma dan sistem kerja yang lebih baik.
Jika sistem kerja penyelenggaraan pembangunan desa masih kontraktual, model perusahaan/kontraktor, berarti ada yang salah. Tdiak ada perubahan yang terjadi dalam perbaikan sistem pembangunan di lini pemerintahan terdepan (desa).
BUMDes, Pendongkrak Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Desa
Agar desa semakin mandiri dan maju, bentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dasar BUMDesa jelas, UU Nomor 1/2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, UU Nomor 6/2014 tentang Desa. Kemdian ada PP Nomor 43/2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Nomor 6/2014, dan peraturan mengikat lainnya.
BUMDes merupakan badan/lembaga usaha yang dikelola oleh pemerintah desa dan masyarakat. Dengan tujuan, untuk memperkuat perekonomian masyarakat. Dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang ada di desa.
Kenapa pembentukan BUMDes penting? Selain untuk pemberdayaan, juga untuk mengembangakan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan pendapatan asli desa (PADes). Membuka lapangan pekerjaan buat masyarakat. Memaksimalkan potensi yang ada di desa. Serta bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari, dengan pengelolaan dan sistem yang jelas.
Desa yang tidak berorientasi ke arah ini, adalah desa yang tidak memiliki visi misi jauh kedepan. Desa yang tidak memiliki landasan, sasaran dan tujuan pembangunan yang jelas.
Apabila kondisi desa demikian, berarti desa jalan di tempat, tidak mandiri. Semuanya tergantung pemerintah kabupaten, provinsi atau pusat. Kalau semua bergantung pada pemerintah di atas, kapan desa akan maju dan mandiri?
Belum lama ini Ngadikun mendengar, bahwa selur Kepala Desa Kayong Utara berangkat pelatihan BUMDes ke Bandung Jawa Barat. Terapkan hasil pelatihan itu di lapangan. Jangan jadikan ilmu dan pengalaman tesebut sebagai literatur di perpustakaan.
Ngadikun mengajak desa agar membentuk dan mengembangkan BUMDes. Tujuannya dan manfaatnya jelas, seperti ulasannya di atas. Tidak ada alasan bagi desa untuk tidak membentuk ini. Kecuali, desa yang memiliki leadership (kepemimpinan) yang lemah.
Apa yang menjadi ciri utama BUMDes? Menurut Ngadikun, salahsatunya ialah penyertaan modal (andil) bersama, antara pemerintah desa dan masyarakat desa. Perhitungannya, 51% modal yang bersumber dari dana desa, dan 49% yang bersumber dari masyarakat. Ini harus di dukung oleh regulasi, sistem serta tatakelola yang baik, benar, trasnsparan dan akuntabel.
Pendirian dan pengelolaan BUMDes, merupakan wujud dari pengelolaan ekonomi produktif desa. Pengelolaan yang dilakukan secara kooperatif, partisipatif, emansipatif, transparansi, akuntabel dan berkelanjutan (sustainable).
Untuk itu, dibutuhkan pengelolaan dan pengelola BUMDes yang profesional. Minimal pengelola yang memahami cara kerja BUMDes dan bertanggung jawab. Agar BUMDes berjalan efektif, mandiri dan profesional. Sesuai dengan azas, landasan, falsafah dan tujuan pendirian BUMDes. (Ham/Has)