Maraknya perambahan hutan, baik untuk kepentingan perkebunan, pembangunan atau masyarakat, tentu memberikan dampak sosial bagi lingkungan. Jika didiamkan tanpa tindakan, artinya kita setuju dengan kerusakan dan bencana yang akan terjadi.
Disesalkan Muhammad Sani, hutan penyangga atau sepadanan sungai untuk menahan abrasi ikut rusak juga. Seharusnya dalam membuka lahan perkebunan, perusahaan tidak boleh merusak zona tersebut. Jarak 25 – 50 meter dari bibir sugai tidak boleh dirambah perusahaan.
Kerusakan yang telah terjadi tentu tidak perlu kita sesali. Tidak perlu mencari siapa yang salah. Masyarakat merambah hutan pun karena alasan perut ekonomi juga. Sekarang, bagaimana upaya kita memperbaiki kerusakan tersebut. Serta memberikan solusi buat masyarakat.
Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampak kerusakan tersebut. Salah satunya, yaitu melakukan penghijauan. Penghijauan pada lahan masyarakat yang kosong. Penghijauan pada hutan yang terbakar dan lahan-lahan lainnya yang telah rusak.
Artinya, kita tidak hanya bisa merusak hutannya, tapi bisa menanam kembali, demi menjaga keseimbangan alam. Hasilnya kelak untuk kita juga.
Sebagai masyarakat sekaligus anggota DPRD KKU, Muhammad Sani ingin lahan-lahan yang kosong dimanfaatkan untuk tanaman hutan kayu/non kayu. Baik melalui swadaya masyarakat, maupun program pemerintah.
Sekedar gambaran, Sani menanam albasia di lahannya. Ketika dia perlu untuk bahan bangunan, malah berlebihan dari kebutuhannya. Karena, usia 5 tahun saja, diameter albasia mencapai 50 cm.
Jika kita menanam albasia di lahan kita atau lahan/hutan yang terbakar. Apa lagi 1 kepala keluarga bisa menanam ratusan pohon. Maka, 5 tahun yang akan datang, kita bisa panen kayu tersebut. Baik untuk kepentingan pembangunan, atau untuk di jual.
Andai ini kita lakukan, berarti kita berinvestasi (menabung) buat keluarga, dan ikut berkontribusi mengurangi karbon di udara. Serta memberikan resapan terhadap air, baik untuk penanggulangan banjir dan cadang sumber air.
Misalnya, setiap orang atau kepala keluarga menanam 100 batang pohon albasia saja. Katakanlah dalam jangka 5 tahun kita sudah panen. Satu pohon dirata-ratakan 1 kubik, dengan harga jual Rp. 500.000,00/kubik. Berarti, dalam jangka 5 tahun kita memperoleh hasil Rp. 500 juta. Jika dirata-ratakan pendapatkan perbulan selama 5 tahun tersebut, yaitu Rp. 8,3 jutaan/bulan.
Menanam albasia kita tidak perlu perawatan yang intensif. Bahkan tidak di rawat sama sekali pun pohon tersebut akan tumbuh baik. Artinya, modal yang kita butuhkan untuk mengembangkan tanaman tersebut relatif kecil, namun keuntungan menjanjikan.
Untuk itu, politisi PPP asal dapil 4 Simpang Hilir ini mengajak masyarakat menanam pohon yang memiliki nilai ekonomis, seperti albasia atau tanaman hutan lainnya. Dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong yang ada. Memanfaatkan hutan yang kebakaran, atau pesisir sugai di lokasi perkebunan sawit yang telah rusak/terbengkalai.
Sani berharap ada program penghijauan/reboisasi dari pemerintah yang bisa dimanfaatkan masyarakat. Selain mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat, mengurangi karbon, juga mengurangi ketergantungan masyarakat pada hasil hutan yang ada.
Sani akan berupaya mencari jalan untuk program penghijauan ini. Mencoba berkonsultasi ke dinas kehutanan provinsi. sebab, bidang kehutanan saat ini telah menjadi kewenangan provinsi.
Menurut Sani, desa di Simpang Hilir yang potensial dikembangkan, yaitu Rantau Panjang, Penjalaan, Medan Jaya, Sungai Mata Mata, Batu Barat hingga ke Matan. Kenapa desa ini? Karena desa ini berbatasan langsung dengan TNGP. Dia berbarap, program tersebut dapat mengurangi dampak kerusakan kawasan TNGP.
Dalam hal ini, pemerintah desa setempat pun harus menjalankan fungsinya. Setidaknya membuat dan menyampaikan usulan ke dinas terkait. Sehingga dinas terkait memiliki dasar dalam penganggaran kegiatan tersebut.
Sani yakin, jika pemerintah konsen melakukannya. Kemudian kesadaran dan keseriusan masyarakat ada, maka program ini akan berjalan dengan baik. Kedepan, masyarakat sekitar TNGP, tidak lagi tergantung pada hasil hutan (kayu) yang ada di kawasan tersebut.
Saat ini, kebutuhan hasil hutan (kayu) untuk bangunan masih tinggi. Jika tidak ada program-program/terobosan strategis dari pemerintah, kerusakan TNGP tidak bisa dihindari. Sebab, kawasan tersebut relatif dekat dengan pemukiman masyarakat.
Kondisi ini harus menjadi perhatian kita bersama, terutama pemerintah. Dengan membangun kesadaran masyarakat menanam pohon, berarti kita telah menyelamatkan alam. Mengurangi ketergantungan masyarakat pada hutan. Serta menciptakan lapangan pekerjaan untuk mereka. (Ham)