Jalan Panjang Yang Menanti Di Balik Janji Janji Hampa
Oleh : M Muhlis Saputra
Pagi yang begitu indah, sungguh membentangkan cahaya bening di angkasa raya. Sejenak membuka dinding-dinding hati yang buram, dengan langkah yang sungguh gontai, dengan mata yang enggan membuka. Hinggah caci maki pahit yang mampu untuk memaksanya terbuka. Tanpa rasa pahmrih atas semua yang terjadi, Langsung pergi meninggalkan ayunan ibunda yang masih dingin.
Mungkin terlalu naif untuk membicarakan semua ini, namun takkan pernah merasa lega jika semua ini terus-menerus dipendam. Aku hanya bisa menghela nafas melihat semua ini, biar terkesan agak munafik, namun sunggguh aku ingin melihat semua ini berbeda dari yang sebelumnya.
Hari ini, aku mencoba untuk mengupas hal-hal ya ng memang sungguh sidikit memberi tamparan keras untuk orang-orang yang mungkin terlibat dalam hal ini. Namun ini memang hal yang harus kita lihat dengan mata yang lebar, rasakan dengan hati yang dalam, dan katakan serta bertindak dengan tegas dan jangan hanya menjual kata-kata gombal yang basi.
Bagaimana kita merasa tidur nyenyak sementara tempat tidur kita sudah di renggut oleh penguasa. Haahh….. itulah hembusan nafas yang penuh dengan keluh kesah dan lelah dengan permainan petak umpet oleh para beliau-beliau di sana. Nahhh…..sekarang syukur mereka telah bangun dari tidur mereka. Namun mereka bangun hanya untuk merayu kami lagi. Mungkin itu pasti ada maunya. Kalau tidak paling hanya makan sendiri.
Pagi ini, aku dan rekan ku Alvin sedang menerima job di desa Batu Barat. Hmmm…lalu kami pun lagnsung berangkat dari tempat kerja kami menuju TKP(pake istilah pak polisi lok lah..hehehe). emang di awal perjalan kami masih belun terjadi kendala.
Nah, setelah sampai ke Desa Batu Barat, sungguh pemandangan yang berbadapun telihat, aku merasa berada di Kabupaten Sambas, wkwk.. karena jalannya seperti bubur pedas. Kami bingung mau melintas lewat jalan mana.pada saat itu masih pukul 06.00 wib. Jadi masih agak sedikit sepi, rekanku Alvin pun terpaksa turun dari motor karena memang kondisi tidak memungkinkan untuk kami berboncengan. Huhh… sekali lagi aku menghela nafas, rekanku pun sempat berkata untuk membatalkan keberangkatan saja.ahh..ku fikir udah kepalang tanggung.
Akhirnya kami pun melangsungkan perjalanan kami. Dan dengan bersusah payah kami terus menembus jalan ini. Hampir dua jam lebih perjalanan kami. Dan dengan badan yang penuh lumpur dan melewati jembatan kayu yang di buat oleh masyarakat dengan suwadaya mereka sendiri.memang sih kerusakan jalan terjadi tidak semata-mata kesalahan dari pemerintah.
Tetapi juga dari perusahaan swasta yang kendaraan seperti dam truk uang mondar mandir mengangkut buah sawit yang selalu melintasi jalan tersebut.sehingga kerusakan jalan sudah tidak bias di hindari lagi. Tidak ada perhatian khusus mengenai jalan di batu barat itu sendiri. Buktinya sejak tahun 2000-an sampai sekarang buktinya jalan belum juga ada perubahan besar. Adapun yang di bangun hanya sebagian saja. Itupun pondasi jalannya tidak terlalu kokoh. Sehingga unur jalannya pun mungkin tidak terlalu lama.
Nah.. kembali laagi ke kisah perjalanan kami menuju desa Batu Barat, setelah kami sampai. Kami pun langsung menyelesaikan tugas kami untuk
Mendokumentasikan acara pernikahan. Dan kamipun memutuskan bermalam disana karena memang tidak memungkinkan untuk pulang saat malam hari. Karna memang kitika di guyur hujan.
Kondisi jalan semakin parah. Sehingga sangat sulit untuk si lewati.dan kami pun memutuskan untuk pulang diesok harinya. Dan sekali lagi kami harus menghela nafas.. karena kami pun harus melewati jalan yang benar-benar ancore(kalo bahasa gaulnya). Dan paginya kami langsung pulang. Di perjalanan kami menemui banyak hal. Hinggal kami pun tidak menyia-nyiakan kesempatab untuk mendokumentasikan serta mewawancarai para penjaga jembatan kayu(miting) yang hampir ratusan kilo memenuhi pinggiran jalan yang mana memang sangat membantu kita juga pada saat kita akan melintas jalan.
Yang mana hasil wawancara itu menyatakan bahwa jembatan kayu (miting) tersebut mereka bangun dari swadaya mereka sendiri.dan hasil dari uang pamrih dari para pengguna jalan mereka gunakan untuk memperbaiki miting itu lagi. Namun aku merasa masih kurang yakin dengan hal tersebut, mungkin saja uang pamrih tersebut lari ke kantong mereka masing-masing.haha.. namun itu hal uyang lumrah menurut saya. Karena mereka juga manusia yang mana butuh makan dan minum untuk menghidupi anak istri mereka.
Ada hal yang memang sedikit membuat hati ku terketuk ketika melaihat para anak-anaak putus sekolah juga terpaksa ikuta-ikutan menjaga miting buatan orang tua mereka. Hemmm….ini memang hal yang harus segera di renungkan dan di ambil tindakan. Inilah delema yang terjadi di desa batu barat. Jalan yang seharusnya menjadi pusat sarana bagi warga.sekarang harus rusak dan sangat sulit untuk di lewati.
Kekecewaan warga kepada para pemimpin pun sngguh tidak terbendung lagi. Karena mereka yang seharusnya butuh perhatian khusus. Sekarang mereka hanya bias pasrah sambil menunggu perhatian dari beliau-beliau yang duduk nikmat di kursi empuk sana. Apakah para penguasa itu akan kembali menghambur jambu alias janji busuk kepada masyarakat. Atau sudah insaf dan segera kembali kepada tugas-tugas dan amanah yang di pikulnya itu.hahhh…..kita tunggu saja nanti. Kalau hanya sekedar omong kosong, siapa saja pasti bisa. Namun bukti dari apa-apa yang di canangkan lah yang kami tunggu.