Melawan Arus Oleh: Hasanan
“Ikan Seluang melawan arus, tetap ke tepi,” Demikian ungkapan bijak Dian Saputra (https://www.facebook.com/dian.saputra.5437?hc_location=stream ) yang penah penulis baca di Grup Dukung Perubahan https://www.facebook.com/groups/menujukayong1/, 9 Nopember 2013 yang lalu. Mengomentari ungkapan Dian tersebut, yang lain pun berkata “Ikan yang mengikuti arus adalah ikan yang mati, ikan yang melawan arus adalah ikan yang mahal,” kata Fariz Zaxx (https://www.facebook.com/fariz.cozerrezpector ). Tak mau kalah dengan Fariz, Livi Alifiah (https://www.facebook.com/livi.ramadhan ) pun ikut nimbrung postingan tersebut, katanya “Tapi kalau tidak tau triknya, bisa mati kehabisan tenaga.”
MELAWAN ARUS. Menarik juga. Ungkapan di atas bisa BENAR dan bisa juga TIDAK. BENARnya buat masyarakat kecil yang sering berbeda pandangan terutama dengan pemiliki kekuasaan dan pemegang kepentingan. Kendati benar pun padangan mereka (masyarakat kecil), akan dipandang salah dan sebelah mata ketika berhadapan dengan pemilik status sosial yang lebih tinggi darinya, apa lagi perbedaan tersebut akan merusak refutasi dan menganggu kepentingan penguasa. Seribu alasan mereka kemukakan untuk pembenaran, sebab mereka orang pintar. Maka pilihan buat mereka yang bersuara lantang ialah harus masuk kedalam jala (jaring) mereka (penguasa/pemilik kekuasaan). Maka tak heran, penjara seperti tempat yang pantas buat orang-orang kecil kendati ia hanya mencuri ayam karena kelaparan, tapi tidak untuk orang-orang besar kendati ia maling miliyaran atau triliunan rupiah duit rakyat.
TIDAK benarnya yaitu ketika kita sepakat dengan kebohongan tersebut. Kerana rasa takut, semudah itu kita berdamai dengan kezaliman, setuju dengan kebohongan dan ikut pula membohongi yang lain. Disinilah dua pilihan yang kelihatannya sulit untuk dipilih, ikut bersama mereka atau rakyat jelata? Ikut dengan mereka maka kita akan aman, tidak terintimidasi, tidak tereliminasi, tidak terdiskriminasi bahkan bisa mendapat pujian mestipun berselimut dengan kebohongan. Ikut membela kepentingan rakyat jelata maka kita akan tertindas, diintimidasi, dieliminasi, didiskriminasi bahkan bisa dicemooh mestipun apa yang kita lakukan adalah kebenaran. Dalam kondisi inilah ikan Seluang dapat hanyut terbawa arus (ke tepi) sebagaimana dimaksud Dian Saputra.
Lalu apa makna istilah Melawan Arus atau Ikut Arus dalam konteks kekinian? Melawan Arus dapat diartikan Membantah, Tidak Sependapat, Menantang, Menolak dan lain-lain yang ada hubungannya dengan sistem, menejerial atau tentang kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan publik yang dianggap tidak tepat atau sesuai, tentu dengan pijakan dan berlandaskan dengan nilai-nilai kebenaran, bukan karena konspirasi atau sebab keegoan semata. Sedangkan Ikut Arus bermakna sebaliknya.
Nah sob, pilihan ada pada kita. Mau ikut arus, melawan arus, bermain arus atau kita tidak akan mencebur ke dalam arus tersebut? Ikut Arus, jika tidak hati-hati maka kita akan hanyut dan terampung bahkan bisa tengelam, atau bak ikan Seluang yang mati terbawa arus (Fariz Zaxx). Jika Melawan Arus konsekuensinya kita bisa ke tepi/terpinggirkan (Dian Saputra) atau bisa juga mejadi pemenang karena semangat perjuangan yang tinggi, atau kita akan kehabisan tenaga jika tidak tau caranya (Livi Alifiah), atau merupakan perbuatan yang bernilai/mulia (Fariz Zaxx).
Kemudian tidak pernah terjun ke dalam arus maka: 1) Kita tidak akan pernah hanyut, terapung atau tengelam bersama arus; 2) Kita tidak pernah merasakan bagaimana dingin dan derasnya arus, tidak merasakan kerasnya sebuah perjuangan; 3) Kita tidak pernah merasakan manisnya hidup ketika mengikuti arus atau bermain-main dalam arus; 4) Kita termasuk kedalam golongan orang yang apatis (masa bodoh), pasif, hanya bisa menunggu dan menunggu, hanya mementingkan dan mengamankan kepentingan pribadi; 5) Kita tidak akan pernah tau bagaimana cara berenang yang baik, dan lain-lain. Nah sob, apakah kita termasuk kategori 1), 2), 3), 4) atau 5) sob? Atau kelima kategori tersebut tidak masuk dalam kriteria kita? Apapun pilihannya, tentu semua pilihan tersebut baik menurut kita dan masing-masing tentu ada konsekuensinya.
Namun ada filosofi yang bisa kita petik dari kehidupan Seluang. Ia tidak pernah mati kelaparan mestipun hidup melawan derasnya arus, kecuali takdir ajalnya harus mati di mulut ikan Toman, terjaring jala, tersangkut kail, termakan usia atau karena musibah lain.
Pelajaran kedua yang bisa kita petik dari Seluang yaitu, aruslah yang menciptakan Seluang begitu tangguh dalam menjalani hidupnya. Mungkin benar kata-kata hikmah berikut, “Laut yang tenang tidak akan menciptakan seorang nelayan yang tangguh.”
Apapun pilihan kita dalam hidup ini semua ada konsekuensinya. Yang terpenting apakah pilihan tersebut akan memberi manfaat buat diri kita, keluarga, masyarakat, agama bangsa dan Negara? Jika ia, maka sesungguhnya kita telah memilih yang terbaik dalam hidup ini menurut versi kita.