Tercatat dunia telah mengabadikan dua perang besar, yaitu Perang Dunian I dan Perang Dunia II. Kendati perang dunia II telah berakhir tahun 1945-an, hingga kini perang antar negara masih saja membahana yang dimotori Israel, Amerika dan sekurtunya. Sasaran utama dan terutma mereka adalah negara-negara Islam, benar kan? Mengapa? Jawabnya cukup sederhana, yaitu kerena rakus dan iri, sehingga muncullah fitnah, skenario dan konspirasi besar mereka bahwa Islam adalah teroris. namun sebenarnya, teroris sejati itu adalah mereka.
Jika perang dunia I, perang dunia II dan perang sekarang mereka menjajah negera asing karena ingin merampas tanah dan kekayaan (rempah-rempah, minyak dan bahan tambang lainnya) serta menancapkan paham Spilis (Skulerisme, Pluralisme dan Liberalisme) mereka, tetapi tidak untuk perang pada tahun 2050-an yang akan datang. Perang dunia pada tahun 2050-an ialah perang merebutkan timah putih (air). Di era tersebut air menjadi sesuatu yang paling langka dan berharga. Dunia mengalami krisis besar tentang ketersediaan air bersih, pemanasan global menjadi salah satu faktor penyebab krisisnya air tersebut akibat ulah tangan manusia juga.
Bukti atau indikasi gaung perang air antar negara itu telah terjadi yaitu di sungai Yordania, sungai yang terletak antara Palestina dan Yordania yang telah dicuri Israel untuk memenuhi pasok konsumsi air di negara ilegal dan dajal tersebut. Israel telah nyata mencuri aik tersebut secara ilegal untuk memenuhi kebutuhan rakyat di negaranya, sehingga hak rakyat Yordania dan Palestina yang seharusnya mereka memilki sumber air yangg melimpah malah krisis air bersih akibat perangai biadab Israel. Demikian juga di tanah Kashmir di daratan antara India dan Pakistan. Selain tanah ini subur juga memiliki sumber air yang melimpah. Selain perang keyakinan antar Pakistan dan India dalam merebutkan tanah Kashmir yang mayoritas berpenduduk muslim yang ingin merdeka atau bergabung ke Pakistan, perang antar dua negara tersebut juga dimotivasi dan dilatarbelkakangi kepentingan pasokan air bersih untuk puluhan dan ratusan tahun yang akan datang. Dan masih banyak lagi contoh lain yang menyebabkan antara negara di dunia ini bertikai/perang akibat merebut timah putih (air) di negara tetangganya. Taruh kata dengan kecangggihan teknologi sekarang air laut yang asin bisa disulap menjadi tawar seperti di Arab, bagaimana jika negara tertentu yang tidak memiliki lautan dan minim sumber air di daratan? Sumur bor pun kadang tidak menjadi solusi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Kebanyakan orang mengatakan, “Biarlah tidak memiliki beras 1 minggu asal tidak kekeringan air 1 dalam hari.” Kenapa? Karena mulai dari MCK (mandi, cucu, kakus), air minum dan lain-lain semua butuh air. Bahkan lebih dari 60 % tubuh kita membutuhkan air dan terdiri cairan (air). Maka tidak berlebihan bahwa air adalah kebutuhan dasar yang utama dan paling utama buat mahluk hidup, sebab hidup kita akan gersang/mati jika tanpa sentuhan air.
Kita tak perlu melihat di luar negeri atau negara lain yang berperang karena air, saat ini pun perang terhadap kebutuhan air pun terjadi dilingkup kecil di kampung halaman kita. Contohnya saudara kita di beberapa desa di Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Utara (KKU) Kalbar yang sedang mengalami krisis air akibat kemarau panjang tahun ini. Dam air/leding yang dibangun miliyaran rupiah dari dana APBN di daerah mereka sampai hari ini tidak memiliki fungsi sebagaimana mestinya, sehingga kondisi air bersih di daerah ini dinyatakan dalam keadaan darurat oleh Pemda KKU. Alhasil, untuk memenuhi kebutuhan air bersih disana (Pulau Maya) Pemda memerintahkan 2 kapal pengangkut air bersih mengangkut air bersih dari Mentubang – Desa Harapan Mulia kesana, yang sejak 3 hari terakhir ini telah beroperasi.
Akibat miskomunikasi antar Pemda, pengurus PDAM dan pihak kapal serta minimnya sarana pengangkut air bersih (mobil tanki) dari Mentubang ke kapal, PDAM dan pihak kapal menyepakati bahwa pengambilan air bersih melalui saluran agin/pembuang yang terletak di bawah jembatan Rantau Panjang Kecamatan Simpang Hilir dengan menggunakan mesin penyedot air. Akibat ini, warga Rantau Panjang krisis air bersih juga, sebab sebelumnya berminggu-minggu masyarakat Rantau Panjang dan sekitarnya telah kewalahan air bersih yang tidak ngalir-ngalir. Atas insiatif dan swadaya warga Rantau Panjang mereka bergotong-royong memperbaiki aliran (pipa) leding tersebut hingga ke sumber airnya, alhasil air mengalir. Tetapi setelah mengalir tidak bisa menembus ke Rantau Panjang sebab dibuka dan disedot untuk mengisi kapal buat warga di Pulau Maya.
Bak pepatah, “Ayam mati dilumbung padi,” demikian pula kondisi masyarakat Rantau Panjang pada saat itu. Memiliki sumber/aliran air bersih tetapi kering demi memenuhi kebutuhan saudara kita di Pulau Maya. Untung saja ketengannya yang terjadi antara pihak PDAM, pihak kapal dan warga masyarakat Rantau Panjang dapat diatasi, jika tidak, Perang Air di bumi Bertuah ini benar-benar meletus.
Jika pembangunan leding di Pulau Maya yang menghabiskan dana miliyaran rupiah itu tidak berfungsi, maka itupun akan terjadi pada pembangunan leding di Rantau Panjang tahun 2012 yang akan menelan dana Rp. 8 Miliyar lebih dan pekerjaannya sedang berjalan. Pada hal desain/perencanaan awalnya sumber air bersih leding tersebut terletak di Danau Majam diujung TR 9 hulu sungai Rantau Panjang, namun letaknya berubah menjadi di TR 8 di hilir Danau Majam yang berjarak ± 5 KM dari danau tersebut. Dan celakanya, ditempat yang dikerjakan sekarang tersebut air laut (air asin) pasang masuk dan airnya payau pada saat musim selatan/kemarau, berubah warna coklat dan berlumut pada saat musim penghujan serta selalu mengandung racun dari limbah pertanian akibat aktivitas petani setempat, sebab diareal tersebut merupakan hamparan pertanian yang saban tahun petani menggunakan pestisida (racun) untuk pengolahan dan perawatan lahan/sawahnya.
Secanggih apapun teknologi modern untuk merubah air asin menjadi tawar, merubah air keruh menjadi bening, namun tentu tidak dengan kadungan bahan kimia (racun) yang selalu mengalir setiap saat di sungai yang bakal disedot airnya untuk dikonsumsi masyarakat Simpang Hilir. Pernyataan yang menyetak telinga kita disampaikan oleh pak Lilik Kabid Kesos Disosnakertrans KKU bahwa hasil sedotan air bersih di Pulau Maya berwana teh (coklat) dan tidak bisa dirubah menjadi bening dan layak diminum. Pertanyaannya, kemana teknologi canggih yang diangung-anggungkan yang bisa merubah air menjadi bening tersebut? Di Pulau Maya saja yang lebih duluan membangun dari Rantau Panjang tidak bisa, bagaimana dengan Rantau Panjang nanti?
Yang menjadi pertanyaan lain dari masyarakat Rantau Panjang selain perubahan lokasi dan tata letak sumber air bersih tersebut, mengapa pembangunan leding yang awalnya dengan sistem vegetasi/dibendung berubah menajdi sistem pompanisasi/disedot? Mengapa papan nama proyek miliyaran tersebut hingga hari ini belum terpasang? Proyek ratusan juta saja memasang papan nama proyek, tapi tidak dengan proyek tender pusat tersebut. Ada indikasi bahwa pengalihan lokasi leding, tidak menggunakan bendungan (vegetasi) dan tidak memasang papan nama proyek tersebut yaitu untuk efisiensi anggaran, proyek siluman dan pihak kontraktor ingin untung besar. Anehnya lagi, Dinas PU terkesan bungkam dan tidak respons atas suara-suara tidak setuju yang berkembang di kalangan masyarakat Rantau Panjang. Ada apakah gerangan yang terjadi?
Andai saja sarana pengangkut air bersih (mobil tanki) PDAM memadai. Andai saja leding di Pulau Maya benar-benar berfungsi. Andai saja kontraktor dan pemerintah tidak menghianati rakyatnya. Dan andai saja pemerintah benar-benar memikirkan kebutuhan yang paling mendasar buat rakyatnya, tentu kasus seperti ini tidak akan pernah terjadi di bumi Bertuah ini. Namun inilah realitasnya. Mereka bekerja didasari kepentingan pribadi. Mereka berbuat hanya memenuhi janji politik sebelum menjabat. Mereka bertindak hanya untuk sebuah wacana dan pencitraan demi melanggengkan tahta mereka. Sehingga kerja mereka tidak fokus dan maksimal untuk rakyatnya sendiri.
Edisi: 13 Agustus 2012
Komentar
Posting Komentar