Melano Tempo Dulu
Sejarah dan Asal Usul Suku Melayu Kayong
Penulias : Miftahul Huda
“Tanah Kayong” atau “Bumi Kayong”, sebutan untuk Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara. Merupakan Kabupaten yang terletak paling selatan di Kalimantan Barat. Dua Kabupaten ini, walau berbeda secara adminstratif, namun memiliki budaya dan akar sejarah yang saling beriringan. Sehingga penamaan “Kayong” tidak bisa terlepas dari keterkaitan antara dua kabupaten ini. Sebab, Kayong Utara pecahan dari Kabupaten Ketapang 2007 yang lalu. Mengapa dua Kabupaten ini identik dengan sebutan Kayong? Apa sebenarnya arti kata Kayong tersebut?
Nama Kayong berasal dari nama sungai yang berada di batang Sungai Tayap. Saat ini masuk di wilayah Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten ketapang. Di sekitar aliran sungai ini, sejak dulu terdapat sungai bernama “Sungai Kayong”, atau ada yang menyebutnya “Sungai Kayong”. Di sekitar Sungai Kayong, dihuni sub suku Dayak bernama Dayak Kayonkng (Kayong), dan suku Melayu. Di kawasan ini, dulunya berdiri kerajaan pecahan dari Kerajaan Tanjungpura, yaitu Kertapura (di Tanah Merah). Saat ini masuk wilayah Desa Tanah Merah, Sungai Kelik, Kecamatan Nanga Tayap.
Kartapura merupakan kelanjutan dari kerajaan Tanjungpura, yang berawal dari Negeri Baru. Kemudian pindah ke Sukadana, ke Matan, ke Indralaya, Tanah Merah, ke Simpang Matan, dan menyebar menjadi kerajaan- kerajaan lain seantero Borneo bagian barat (Kalimantan).
Di kawasan Kertapura, tidak jauh dari Sungai Kayong tersebut, ada makam yang dipercaya masyarakat setempat, yaitu makam Ratu Pano. Walau menurut inskripsi aslinya berbahasa Arab Melayu, nisan ini tertulis nama “Raden Muhammad”. Namun warga sekitar menyebutnya Ratu Pano. Di sekitar ini juga terdapat makam-makam kuno lainnya, yang menjadi situs bersejarah. Dan ini merupakan rangkaian penting dari kelanjutan imperium Kerajaan Tanjungpura.
Kembali pada arti kata “kayong”, berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “kayon”, yang bermakna kekayuan atau kayu. Kata “kayon” berubah menjadi “Kayong” manakala lidah masyarakat setempat khsusnya, yang berdiam di perhuluan lazim memberikan penekanan pada huruf-huruf akhiran tertentu. Salah satunya “n” dengan tambahan seakan-akan terdapat bunyi huruf “n” dan “k“. Sehingga melekat di bagian ujung kata tersebut, dari kata “kayon” menjadi “kayonkng”.
Karena proses waktu dan budaya, kata “kayon” dilafalkan menjadi “kayonkng”. Lama-kelamaan kata “kayonkng” berubah menjadi “kayong” hingga sekarang. Kata ini menjadi lebih lazim didengar. Serta lebih mudah diucapkan oleh masyakarat pada umumnya, dengan sebutan “Kayong”, tanpa bunyi melekat/pantulan pada bagian akhirnya. Pada masyarakat sekitar Sungai Kayong lazim menyebut dengan nama “Kayung”, namun penyebutan ini hanya dipakai oleh orang orang tua saja.
Didalam keseharian masyarakat Melayu, Melayu Ketapang dan Kayong Utara, sering kita jumpai terdapat perbedaan dialog antar mereka. Jika kita dengarkan secara seksama, terdapat tekanan pada akhiran kata-kata tertentu. Misal, jika Melayu pesisir menyebut “pinggan”, maka Melayu di perhuluan menyebutnya “pinggant“. Jika Melayu pesisir menyebut “simpang”, maka Melayu di perhuluan menyebutnya “simpankng“. Banyak sekali perbedaan lainnya.
Belum lagi perbedaan penyebutan huruf “r” samar dan “r” yang terang pada kalimat, atau kata-kata tertentu. Serta perbedaan sebut pada kata-kata tertentu dengan huruf “o” dan “u”. Pun menjadi pembeda antara masyarakat Melayu pesisir dan perhuluan. Fenomena ini lazim kita jumpai, terutama di masyarakat Melayu yang tinggal di perhuluan. Sebab, bahasa asli Melayu perhuluan demikian adanya, mirip dengan dialek bahasa Dayak, yang cenderung memberikan tekanan pada akhir kata atau kalimat tertentu.
Sedangkan pada versi yang lain, arti kata “Kayong” konon berasal dari kata “Kayangan”. Menurut legendanya, bahwa di Tanah Kayong dahulu banyak orang-orang pintar (sakti). Ilmunya terkenal dengan ilmu Kayong. Karena inilah maka nama “Kayong” menjadi poluler. Ketika pemekeran Kabupaten Ketapang, nama Kayong menjadi salah satu pilihan saat cabut undi. Yaitu untuk penamaan nama kabupaten baru, yang sekarang dikenal Kayong Utara.
Pada saat penentuan nama Kabupaten Kayong Utara masa awal-awal perjuangan pemekaran, diadakan beberapa rangkaian acara. Kegiatan dari tanggal 25 – 27 Juni 2002 tersebut, berlangsung di rumah kediaman Dr. Oesman Sapta Odang di Sukadana. Musyawarah pemekaran wilayah tersebut membahas banyak hal. Agendanya, yaitu: pembentukan tim formatur pemekaran dan divisi per kecamatan hingga Desa; kajian kelayakan pembentukan kabupaten baru; penunjukan anggota presidium; dan penentuan nama kabupaten.
Untuk penentuan nama kabupaten, dilaksanakan pada 27 Juni tahun 2002, tepatnya pukul 09.30 – 11.30 WIB. Saat itu, terdapat beberapa usulan nama kabupaten baru. Diantara usulan nama kabupaten tersebut: Kabupaten Muara Palung; Kabupaten Matan Raya; dan Kabupaten Kayong Utara. Dalam proses cabut undi, akhirnya nama Kayong Utara terpilih menjadi nama Kabupaten. Resmi menjadi Kabupaten baru, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2007, tertanggal 2 Januari tahun 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar