Daftar Situs Peninggalan Purba di Tanah Kayong - Warta Kayong

Breaking

Sabtu, 22 Februari 2025

Daftar Situs Peninggalan Purba di Tanah Kayong

  

 JEJAK PERADABAN TUA DI TANAH KAYONG

Penulis  : TIm Ahli Cagar Budaya KKU 


Jejak peninggalan pada masa prasejarah di Kabupaten Kayong Utara dapat dijumpai di Tanah Kayong. Diantaranya: kawasan Gua Nek Takon  di Desa Harapan Mulia; prasasti pada Gua Batu Cap di Desa Sedahan Jaya Kecamatan Sukadana. Banyak lagi peninggalan arkeologi lainnya di zaman pubakala, seperti menhir dan sebagainya di Pulau Karimata.

Peninggalan pubakala di Kayong Utara ini perlu perhatian serius dan penyelamatan. Karena ini bukti jejak nenek moyang kita yang harus dilestarikan. Bukan tidak mungkin suatu tinggalan ini akan sirna dari penglihatan kita, jika tidak diselamatkan. Sebab, tanda-tanda keterancamannya telah nyata.


A.    Gua Batu Cap

Penelitian di Gua Batu Cap pertama kali dilakukan oleh tim dari Bidang Arkeologi Klasik Puslit Arkenas, dipimpin Dr. Endang Sri Hardiati tahun 1993.  Penelitian lanjutan pada situs Batu Cap, dilakukan oleh Balai Arkeologi Bandung pada Januari 1996.

Situs Batu Cap terletak pada ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Berada di kawasan Taman Nasional Gunung Palung, merupakan bagian dari daerah sebaran satuan batu granit di Desa Sedahan. Secara keseluruhan, situs tersebut merupakan sebuah ceruk (shelter) yang terbentuk oleh bongkahan-bongkahan batu granit.

Disebut Batu Cap, sebab  penemunya warga Sedahan Jaya bernama Cap. Rupa batu tersebut, yaitu bebatuan alam berukuran besar, berisi coretan-coretan berwarna merah. Sehingga  disebut juga Batu Bergambar (rock painting). Letak batu tersebut tepat di mulut gua, dan telah terdaftar sebagai situs purbakala yang tahun pastinya belum dapat di ketahui.

Di sekitar lokasi situs juga dihuni beragam satwa yang sering dijumpai dalam budaya prasejarah. Misalnya, burung Enggang dari jenis Enggang Badak (Bucaros rhinocaros). Di samping itu, terdapat jenis-jenis satwa lain seperti burung Elang (Haliastur indus), Bekantan (Nasalis larvatus), Kelempau (Hilobates moloch) dan Orang Utan (Pongo pygmaeus).

Selain jenis satwa juga, terdapat beberapa kebiasaan masyarakat yang mencerminkan  cara hidup pada ribuan tahun silam. Salah satunya adalah tradisi berburu lebah madu liar dengan cara yang tradisional. Ladang berpindah, yang sebagian masyarakat juga masih menjalaninnya. Tradisi ritual tahunan yang erat kaitannya dengan keselematan kampung seperti; Caboh kampong, nyapat tahun, selamatan kampung dan hal hal yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap roh nenek moyang serta kekuatan alam.

Motif lukisan yang terdapat di situs Goa Batu Cap, antara lain  berupa motif manusia, cap tangan yang digambarkan secara kasar berupa jejak  telapak tangan. Terdapat juga motif duri ikan, ular, binatang bersegmen menyerupai bentuk seperti lipan, perahu dan matahari.  Serta ada pola geometris seperti bentuk lingkaran dan garis-garis pendek. Semua motif-motif tersebut digambarkan dengan menggunakan warna dasar merah. Beberapa motif diantaranya, dipertegas dengan menggunakan garis berwarna putih.

Keberadaan prasasti pada Gua Batu Cap di Desa Sedahan Jaya, membuktikan bawah  peradaban di Tanah Kayong  sangat tua. Sudah ada sejak sebelum masehi. Sebab prasasti Batu Cap usianya  sudah ribuan tahun.

Lukisan pada Gua Batu Cap dapat diartikan selain sebagai karya seni di masanya, juga melambangkan alam fikiran. Melambangkan kepercayaan yang bersumber pada kekuatan magis atau  religius. Hal ini dapat dilihat dari warna yang digunakan, dominan motif ukiran warna merah  pada batu.

Sebab, biasanya dalam budaya masyarakat prasejarah, untuk menggambarkan sesuatu mereka memilih warna warna tertentu. Warna merah dianggap lebih tinggi kedudukannya oleh masyarakat purba, dibanding warna yang lainnya. Maka dapat disimpulkan, bawah situs Gua Batu Cap memiliki nilai penting bagi masyarakat purba di masa itu. Yaitu, sebagai tempat ritual atau tempat yang disucikan.

Pengambaran motif-motif pada Gua Batu Cap dengan warna yang dominan merah, juga ditemukan di situs Sangkulirang Mangkalihat Kalimantan Timur. Kemudian Papua, Sulawesi dan Indonesia bagian tengah lainnya.



B.    Gua Nek Takon

Situs Gua Nek Takon terdapat di Dusun Senebing Desa Harapan Mulia, Kecamatan Sukadana. Tepatnya di barisan kaki bukit yang dahulunya disebut dengan barisan Bukit Laut. Sekarang disebut berdasarkan penamaan lokal, yaitu Gunung Senebing. Jarak gua dengan jalan utama lebih kurang 300 meter.

Berdasarkan penuturan lisan, Nek Takon dipercaya sebagai salah satu nenek moyang dari masyarakat Sukadana di masa lampau.  Nek Takon terdiri dari 7 beradik, yaitu dia (Nek Takon)Tok Bubut, Nek Sedah, Nek Tanggi, Nek Letong/Utong, Nek Doyan dan satu orang lagi tidak diketahui keberadaannya.

Nek Takon tersebut, tidak menetap secara bersamaan. Nek Takon tinggal di Senebing Desa Harapan Mulia, Sukadana. Dia menetap dalam gua, sekarang dikenal Gua Nek Takon. Tok Bubut Menetap di Tok Bubut Desa Sungai Mata Mata, Kecamatan  Simpang Hilir.

Nek Sedah dan Nek Tanggi menetap di Sedahan Jaya sekarang, Kecamatan Sukadana. Mereka berdua menetap di gua di gunung Sedahan. Gua ini sekarang dinamai warga setempat Gua Batu Cap, karena penemu awalnya bernama Cap. Gua ini secara nasional bernama Gua Berlukis (Rock Painting), karena di dinding batu gua bertulis aksara kuno.

Nama Sedahan hari ini, diambil dari nama Nek Sedah. Dari Sedah, berubah menjadi Sedahan. Sebagai bentuk penghormatan pendiri Sedahan dulu, diambil dari nama leluhur mereka, Nek Sedah.

Saudara Nek Takon bernama Nek Letong, berdiam di Desa Pampang Harapan Kecamatan Sukadana sekarang. Di desa ini ada nama suatu tempat atau sungai, yaitu Nek Letong atau Nek Utong.

Saudara Nek Takon yang bernama Nek Doyan, menetap di hulu Siduk. Sekarang tempat ini menjadi nama dusun, yaitu Dusun Nek Doyan, Desa Laman Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang.

Walaupun tidak ada sumber primer yang dapat ditemukan mengenai rekam jejaknya, Gua Nek Takon memiliki nilai penting bagai masyarakat Sukadana dan Simpang.  Bahwa tempat tersebut merupakan bakas hunian, sekaligus cikal bakal dari nenek moyang mereka. Hal ini diperkuat dengan cerita legenda, mengenai Nek Takon yang murah hati. Dia suka menolong masyarakat, dengan meminjamkan barang pecah belah. Yaitu, semacam pinggan dan mangkok saat masyarakat ada gawai pada masa itu.

Jika diperhatikan dengan seksama, GuNek Takon yang dimaksud hanya semacam ceruk dengan lebar lebih kuran 1 meter, kedalaman hanya 12 meter. Menariknya, justru di sekitar Gua Nek Takon. Di sekitar gua tersebut terdapat semacam struktur alam, diduga bekas peradaban  manusia purba, yang pernah bertempat tinggal disini.

Sekitar 20 meter dari Gua Nek Takon, ke arah atas, terdapat semacam struktur alam, berbentuk batu yang menyerupai hunian, aman dari hujan dan panas. Terdapat 2 lubang yang menyerupai gua. Struktur yang membentuk gua ini dengan ukuran batu sangat besar. Diantara batu besar tersebut, ada batu dengan lebar sekiar 12 meter dan tinggi 6,50 meter.

Di atas batu besar tersebut, bertengger batu lempeng besar, sehingga membentuk ruang yang unik. Ruang ini terdiri dari 2 bagian. Ruang pertama atau ruang muka, lebar bagian depan 5 meter dan lebar belakang 3 meter, dengan tinggi bagian depan 4,10 meter. Ruang bagian kedua, dengan arah agak menanjak, lebar ruang 3 meter dan panjang 5 meter, mirip terowongan, tembus-menembus.

Pada bagian bawah, terdapat 1 ruang dengan ukuran agak kecil. Lebarnya sekitar 1 meter dan panjang 4 meter. Di depan ruang ini dijumpai semcam pelataran batu, dengan ukuran panjang 4,70 meter dan lebar 7,60 meter. Pelataran itu menghadap ke arah timur, dengan pemandangan alam yang indah. Dimungkinkan, ini tempat mereka berkumpul.

Pada struktur alam tersebut, jika diperhatikan secara cermat, ada semacam pahatan-pahatan berbentuk bulat pada dinding batu. Pahatan tersebut sepertinya sengaja di buat.  Kemudian, pada bagian tertentu, ada semacam upaya  untuk meratakan batu tersebut, untuk dibentuk sedemikian rupa. Ada yang menyerupai tempat tidur, atau tempat berteduh dari hujan maupun panas.

Jika dilihat dari tata letaknya, yang berada di bukit dan gua batu, kehidupan semacam ini identik dengan gaya hidup manusia purba di masa lampau. Apa lagi gua ini dekat dengan mata air.

Menariknya, situs tersebut tidak jauh dari Gua Batu Cap di Sedahan Jaya, berada di kecamatan yang sama, Sukadana.  Dari temuan yang ada, Gua Nek Takon dan Gua Batu Cap, tampaknya satu zaman ketika peradaban tanah kayong masih di masa purba.



C.    Peninggalan di Pulau Maya dan Karimata

Di Pulau Karimata, jejak peninggalan masa purba dapat kita jumpai. Ada arca patung dewa yang ditemukan di situs Totek Pulau Maya. Sayang, arca ini sudah musnah akibat perburuan ilegal. Ditemukan pula 3 buah menhir, berlokasi di gunung keramat Dusun Kelumpang, Desa Betok Kepulauan Karimata.

Selain menhir, di Karimata  banyak juga kita temukan jejak arkeologis. Seperti: ragam keramik, tembikar, guci, prasasti bertuliskan China kuno, meriam, rumah peninggalan kerajaan dan makam-makam tua di masa kerajaan.  Temuan ini tersebar di beberapa tempat di Pulau Karimata.



1. Menhir 

Menhir adalah batu tunggal. Biasanya berukuran besar, yang ditatah seperlunya sehingga berbentuk tugu, dan biasanya diletakkan berdiri tegak di atas tanah.  Menhir, dolmen dan sarkofagus adalah  ciri utama budaya megalitik, yang ada sejak 6.000 sebelum masehi. Adapun fungsi menhir dalam peradaban megalitik, biasanya digunakan sebagai fungsi religius, seperti pemujaan, tempat penguburan atau fungsi ritual lainnya.

Ketiga Menhir di gunung keramat ini, terbuat dari batu granit berwarna gelap dan batu pasir berbentuk pipih. Ketiganya berdekatan, membentuk trapezium. Di setiap menhir dikelilingi batu-batu kecil sebagai penyangganya.



2. Prasasti Batu China

Prasasti yang bertuliskan China kuno ini terdapat di Dusun Serutu, Pulau Serutu, Desa Betok  Kecamatan Karimata Kepulauan. Terdapat  tiga buah batu yang bertuliskan aksara China kuno. Tahun 2017 dan 2018, telah diadakan penelitian dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan Timur, bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kayong Utara.

Prasasti tersebut memiliki hubungan dengan peristiwa penyerangan pasukan Kubilai Khan  ke Singasari  tahun 1293. Kubilai Khan berasal dari kekaisaran Mongol, mengirim 20.000 pasukan beserta armada kapalnya.

Sebelum pasukan Kubulai Khan sampai ke pulau Jawa untuk melaksanakan misinya. Mereka melintasi laut Karimata. Di pulau tersebut, mereka singgah beristirahat, setelah  sekian lama berlayar.  Tepatnya di pulau Belitung dan Karimata.

Ketika itu, pulau Karimata merupakan bagian dari dari Bakulapura atau Tanjungpura. Bakulapura saat itu, menjadi bagian dari wilayah (provinsi) Kerajaan Singasari. Pada periode sebelumnya, raja Kertanegara memang sudah mempersiapkannya dengan sebuah misi yang bernama Ekspedisi Pamalayu, pada tahun 1284 Masehi.

Berdasarkan dari prasasti tersebut, diketahui bahwa pasukan Kubilai Khan singgah di Karimata, bertujuan  untuk mengisi air bersih dan memperbaiki kapal mereka yang rusak.

D. Menhir di Bukti Mandi Punai

Beberapa situs yang terdiri dari Menhir serta dolmen di Bukit Mandi Punai berada dalam wilayah administrasi Desa Durian Sebatang kecamatan Seponti Kabupaten Kayong Utara. Aksesibilitas menuju lokasi dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua kemudian dilanjutkan dengan berjalan mendaki  bukit yang berjarak +2 km dari Desa Durian Sebatang. Secara astronomis kawasan situs ini terletak pada latitude   0°46'9.69"S dan longitude 109°58'49.61"E.

Kondisi lingkungan pada kawasan situs di Bukit Mandi Punai juga mempunyai potensi acaman yaitu pelapukan yang diakibatkan oleh perubahan suhu siang dan malam, dan faktor manusia yang melalukan penggarapan lahan secara besar besaran disekitar lokasi kawasan situs sehingga situs ini statusnya sangat terancam.
Menhir yang ditemukan saat ini di Bukit Mandi Punai berjumlah 2 (tiga) buah dengan posisi tumbang di tanah dan satu diantaranya ada yang patah. Disekitar Menhir dikelilingi dengan batu-batu kecil (kemungkinan difungsikan sebagai penyangga menhir).

Menhir pertama disebut situs A berkuran panjang + 4,8 meter, kemudian pada situs B terdapat semacam strutur batu menyerupai Dolmen berjarak 18,5 meter dari situs A. Berjarak 3 meter di sebelah selatan dari situs A terdapat menhir berukuran 80 Cm. dari Situs A ke situs D berjarak 28, 2 meter terdapat strutur batu menyerupai Dolmen, kemudian berjarak 7 – 3 meter terdapat juga beberapa struktur batu yang menyerupai dolmen.

Menhir Bukit Mandi Punai yang di sebut situs A terbuat dari batu granit berbentuk bulat agak pipih, ditemukan bekas pengerjaan pada bidang/sisinya dengan upaya menghaluskan. Panjang 4,8 Meter, lebar bidang bawah 40 cm, lebar bidang atas 33 Cm dan lingkaran 90 Cm. Sedangkan pada menhir di situs C serta situs di duga Dolmen pada situs B, D dan E tidak ditemukan bekas pengerjaan pada bidang sisinya. Sepertinya situs A adalah yang paling utama, atau sentral dari situs menhir serta beberapa dolmen yang tersebar disekitarnya.

Dolmen adalah Salah satu peninggalan pada zaman Megalitikum atau zaman Batu Besar, yang masyarakatnya masih menganut kepercayaan animisme. Dolmen adalah sejenis Meja batu yang digunakan untuk tempat meletakkan sesaji. Di bawah dan disekitar dolmen biasanya juga sering ditemukan kubur kuno yang memiliki prasasti batu nisan pada jaman itu.

Menurut penuturan masyarakat durian sebatang bahwa Bukit Mandi Punai tersebut memang dikeramatkan. Menurut pemahaman mereka menyebut beberapa struktur batu tersebut berdasarkan kemiripannya dengan penamaan yang lazim digunakan. Batu bantal, batu meja ataupun batu linggi adalah istilah yang lazim digunakan untuk mempersamakan dengan bentuk nyata dalam hidup sehari hari.

Sedangkan Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau berkelompok sejajar di atas tanah, tetapi pada beberapa tradisi juga ada yang diletakkan terlentang di tanah. Menhir, bersama-sama dengan dolmen dan sarkofagus. Pembuatan menhir telah dikenal sejak periode Neolitikum (mulai 6000 Sebelum Masehi).

Dari penelitian-penelitian yang sudah banyak dilakukan dapat diketahui beberapa fungsi menhir yaitu; berfungsi dalam penguburan, upacara pemujaan atau yang tidak bersifat religius atau bersifat profan.

 

 Sumber foto : BPCB KALTIM dan TACB KKU 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar