![]() |
Setelah sekian kali Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan Kayong Utara rapat bersama Dinas Pekerjaan Umum bagian Tata Ruang, Tim Ahli Cagar Budaya, Yayasan Sultan Muhammad Jamaluddin dan Perundohan Tanah Simpang (Pertasim), membuahkan kesepakatan bersama. Diantara kesepakatan tersebut, turun ke Kawasan Simpang Keramat. Tujuannnya, dalam rangka melalukan pengecekan lahan yang diduga sebagian telah dialihfungsikan menjadi kebun sawit milik pribadi. Benar! Saat cek lapangan, diperkirakan lebih dari seperempat Kawasan Cagar Budaya tersebut telah digarap menjadi kebun sawit.
Berdasarkan peta lahan LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan), terdapat zona konservasi, yang diperuntukan untuk kawasan Cagar Budaya Simpang Keramat. Titiknya, sebelah selatan di bibir Sungai Matan, tepatnya dari makam Mas Tande, yang berdampingan dengan pelabuhan PT CMI. Jika ditarik lurus dari selatan ke utara, panjang kawasan ini sekitar 2 Km. Dari titik 2 Km tersebut ke arah barat, langsung berbatasan dengan Sungai Lubuk Batu (Sidiau), sebagian masyarakat menyebutnya Sungai Pinang. Selanjutnya, tarik ke arah selatan, mengikuti alur Sungai Lubuk Batu, mentok di persimpangan (Simpang Keramat). Jika dari Simpangg Keramat, ditarik ke arah timur, maka ketemmu ke makam Mas Tande.
Kepala Bidang Kebudayaan, Edi Renaldi, S.E. menjelaskan tujuan turun ke lapangan, yaitu dalam rangka memastikan titik koordinat Kawasan Simpang Keramat. Luasan kawasan tersebut masuk dalam zona konservasi, berdasarkan peta deliniasi LP2B tahun 2015, diterbitkan dengan SK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 609/Menlhk-Setjen2015. Selanjutnya, diperkuat dengan SK Bupati Kayong Tahun 2017 tentang Cagar Budaya, dan SK Bupati Nomor: 362/DIK.III/VIII/ 2024 tentang Penetapan Cagar Budaya (perbaikan).
“Hari ini, kita bersama OPD terkait, Yayasan Sultan Muhamamd Jamaluddin, Pertasim dan TACB, sepakat turun lapangan, memastikan titik koordinat Kawasan Simpang Keramat, pemasangan papan nama dan menyampaikan informasi awal ke pemilik kebun sawit dalam kawasan konsevasi/lindung atau Kawasan Cagar Budaya," papar Edi.
Adbul Rani, perwakilan dari Yayasan Sultan Muhammad Jamaluddin yang ikut dalam rombongan menyatakan, permasalahan kawasan Cagar Budaya Simpang Keramat, sebenarnya sejak tahun 2020. Karena lambannya penanganan, membuat pemilik modal bebas menggarapnya. Permasalahn ini diangkat kembali tahun 2024.
“Alhamdulillah, setelah berproses lama, Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan Bidang Kebudayaan, bersama dinas terkait lainnya merespon cepat. Selain itu, kami juga mendapat dukungan dari Komisi I DPRD Kayong Utara, dan lembaga adat Perundohan Tanah Simpang. Yayasan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, yang turut serta dalam penyelematkan Cagar Budaya Simpang Keramat,” kata Abdul Rani..
Dari Tim Ahli Cagar Budaya Kayong Utara, mendorong pengamanan kawasan CB Simpang Keramat. Segera ditindak lanjuti dengan serius. Ini disampaikan Miftahul Huda, mewakili suara TACB. Dia berharap, tim penanganan ini, lebih solid lagi dalam upaya pengamanan situs bersejarah tersebut.
Kawasan Simpang Keramat, lanjut Miftahul Huda, memiliki dasar hukum yang jelas dan kuat. Bahkan sejak 2015, telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi/lindung, sebab ada Cagar Budaya di dalamnya. Semua pihak wajib ikut andil dalam mengawal keselamatan kawasan Cagar Budaya ini.
Siapa pun yang beraktivitas dan masuk dalam Kawasan Simpang Keramat, agar segera menghentikan aktivitasnya! Ini penegasan dari Ketua Pertasim, Gusti Bujang Mas. Gusti Bujang Mas berharap, pihak yang beraktivitas segera menghentikan kegiatanya di kawasan lindung tersebut. Sebab ada 2 aturan yang ditabraknya, yakni Cagar Budaya Simpang Keramat dan kawasan LP2B yang telah ditetapkan Bupati KKU.
Masih menurut Gusti Bujang Mas, dia dan dinas terkait sudah menjelaskan ke perwakilan yang menanam sawit dalam kawasan lindung tersebut. Bahkan kepada pihak tersebut, telah diserhkan peta kawasan yang telah dilanggarnya. Siapa pun berkewajiban menjaga hutan konservasi tersebut dari perusakan.
Berdasarkan pemantauan tim, kawasan yang digarap menjadi kebun sawit tersebut, tampaknya menerapkan sistem semi perusahaan. Ada asrama khusus untuk pekerja, dihuni sekitar 20-an orang. Ada gudang logistik dan lain-lain. Saat tim berkunjung ke asrama tersebut, pengawas lapangan menuturkan bahwa bosnya sedang tidak ada di tempat.
Berdasarkan informasi dari warga yang beraktivitas di sekitar kawasan konservasi, bahwa yang mencaplok sebagian Kawasan Simpang Keramat tersebut, yaitu onkum pegawai perusahaan. Menurutnya, oknum pegawai perusahaan tersebut membeli dari onkum warga desa setempat, yang mengklaim bahwa lahan tersebut miliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar